Tuesday, December 9, 2008
Kimdonesia : Muallaf Remaja Dari Australia Cinta Indonesia
Mualaf bule cantik ini nama aslinya Kimberley warganegara Australia dan berdomisili di Queensland berumur 17 tahun dan pernah tinggal di Indonesia bersama orang tua yang menjadi expatriate PT. Gula Putih Mataram.
Kim atau nama panggilannya Kimi yang memiliki nama asli Kimerley menjadi mualaf pada bulan April 2008 yang lalu dan telah berganti nama menjadi Kamilah namun di komunitas youtube dikenal sebagai KimDonesia. Keceriaan Kimi dalam setiap videonya menjadi sebuah daya tarik tersendiri sehingga Kimi memiliki banyak teman diseluruh dunia khususnya dari Indonesia.
I miss Indonesia like craaazy. Beli tiket pesawat buat saya donk, biar bisa balik ke Indonesia lagi. Hahaha bercanda deh. Tapi... Kangen sama teman-teman disana.
Kimi atau Kamilah memiliki beberapa Blog antara lain di :
1) http://www.youtube.com/user/KimDonesia
2) http://myspace.com/chocoholic_kimmi
3) http://hellokimi.blogspot.com
4) http://profiles.friendster.com/kimiforsure
Sunday, August 3, 2008
Travel Warning : Indonesia, Dangerously Beautiful
Tuesday, April 29, 2008
Bolehkah Kita Menuduh Malaysia Maling?
Pak Ustadz, dari yang saya tahu Malaysia tidak pernah mengklaim budaya Indonesia milik mereka. Di sana budaya Indonesia digunakan oleh orang-orang keturunan Indonesia sendiri, sama halnya budaya Cina di Indonesiayangdigunakan oleh etnis Cina.
Melayu di Malaysia, 90%-nya berasal dari kepulauan Indonesia. Penduduk Melayu asli hanya di Brunei, Kelantan dan Terengganu saja. Sebagai contoh Melaka dibuka oleh Parameswara dari Palembang. Sultan Johor, dan Selangor berketurunan Bugis. Sultan Perak berketurunan Aceh.
Orang-orang Minangkabau dari Sumatera, Indonesia sudah bermukim di Negeri Sembilan sejak abad ke-15. Pada abad ke-18 orang-orang Jawa dikirim oleh penjajah Belanda ke Malaya dan Borneo Utara untuk membuka hutan menjadi perkebunan kelapa sawit.
Maksud daripada Suku Melayu di Malaysia adalah seluruh penduduk pribumi di dunia Melayu (Nusantara), di antaranya suku Aceh, Arab, Banjar, Batak, Bawean, Bugis, Cham, Jambi, Jawa, Minang dan lainnya.
Pertanyaan saya bagaimana pendapat Ustadz dan Pandangan Islam mengenai:
Pantaskah Malaysia disebut Maling?
Apa bedanya kawan saya (Warga negara Malaysia)yangberdarah Jawa-Minang dengan leluhurnya di Indonesia?
Adakah pihak asingyangturut campur memanaskan hubungan Indonesia-Malaysia?
Apakah Indonesia negara maling, teriak maling?
Manusia Biasa
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Dalam pandangan kami, kalau kita berpikir lebih dalam dan lebih luas, tidak berpikir picik dan sempit, sebenarnya seluruh manusia ini di depan Allah SWT sama saja. Tidak ada yang lebih baik dan tidak ada yang lebih buruk, kecuali semua ditentukan hanya pada ketaqwaannya.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِ
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat: 13)
Sementara mayoritas warga negara Malaysia dan Indonesia sama-sama menyembah Allah SWT, sama-sama mengaku bernabi kepada Muhammad SAW, sama-sama berlandaskan kitabullah dan sunnah rasul-Nya. Dan sama-sama mayoritas muslim.
Apalagi kedua negara itu sama-sama mengalami penjajahan oleh para kolonialis. Jadi keduanya sama-sama bernasib jeblok. Kenapa ketika keduanya merdeka, mengapa keduanya harus saling bermusuhan, saling caci dan saling ganyang?
Jadi dalam pandangan kami, idealnya memang tidak perlu ada Indonesia dan Malaysia yang berdiri sendiri-sendiri.
Jangan marah dan komentar dulu. Memang apa yang kami sebutkan ini sekilas dianggap tidak nasionalis, tidak mengerti sejarah, tidak tahu jasa perjuangan para faunding father dari masing-masing negara.
Namanya sekedar cetusan, boleh disetujui dan boleh tidak. Tapi yang jelas toh baik Malaysia dan Indonesia, keduanya punya banyak sekali kesamaan. Kedua rakyatnya sama-sama tinggal di suatu wilayah yang sama, punya dasar aqidah yang sama, bahkan punya ras dan etnis yang sama.
Ekstrimnya, kalau ternyata keduanya berdiri sendiri-sendiri, penyebabnya hanya satu, yaitu penjajahan. Ya, penjajahan telah membuat bangsa Indonesia dan Malaysia harus selalu hidup bertetangga dengan saling curiga.
Dahulu Malaysia dijajah Inggris dan Indonesia dijajah Belanda. Hanya karena dijajah oleh dua pihak yang berbeda, kemudian bangsa Melayu harus terpecah-pecah menjadi nation dengan pemahaman kebangsaan yang sempit.
Dan tanpa sadar apa sebabnya, nyatanya sedikit-sedikit hubungan kedua negara tegang. Kalau bukan pemerintahnya yang saling sindir, yang lebih sering justru rakyat dari kedua negara.
Seolah selalu ada bom waktu yang kapan pun siap meledak. Kemarin urusan sengketa perbatasan, sehinngga ada perebutan pulau Sipadan dan Ligitan. Tidak lama kemudian, urusan bajak membajak lagu daerah. Belum selesai masalah itu, muncul urusan TKI di Malaysia yang bikin tegang kedua pimpinan negara.
Ciri Semua Negara Bertetangga Yang Pernah Terjajah
Apa yang dialami oleh Malaysia dan Indonesia, kalau kita perhatikan, ternyata juga dialami oleh banyak negara Islam lainnya.
Mesir dan Sudan, dua negara yang bertetangga, selalu saja dirundung keributan yang sewaktu-waktu, tanpa ada angin tanpa ada hujan, tiba-tiba ribut tidak jelas ujung pangkalnya.
Yang menarik, keduanya negara dengan penduduk mayoritas muslim. Bahkan mereka hidup dari sungai Nil yang sama. Kok bisa-bisanya keduanya berantem kayak anak kecil.
Ternyata Iran dan Iraq juga mengalami kendalam yang sama. Meski keduanya bertetangga, perang Iran Iraq telah membuat keduanya menjadi negara lemah, miskin, korban perang jadi-jadian yang tidak pernah ketahuan dengan pasti, apa sesungguhnya yang membuat mereka harus perang.
Dan yang lebih aneh, ketika perang antar kedua negara itu akhirnya berhenti, juga semakin tidak jelas apa yang membuatnya berhenti.
Kembali ke Masa Pra Kolonialis
Dan munculnya ratusan negara yang mayoritas berpenduduk muslim, baik di wilayah Asia, Afrika bahkan Eropa, pada hakikatnya adalah sebuah kecelakaan sejarah.
Sebab ketika dahulu Rasulullah SAW membebaskan negeri-negeri itu, semua bergabung jadi satu wilayah kedaulatan. Amirul Mukminin Umar bin Al-Khattab telah membebaskan Romawi, Persia dan Mesir, ketiganya adalah imperium raksasa di zamannya. Dan semuanya akhirnya bergabung menjadi daulah Islamiyah yang satu, kokoh, besar, dan adidaya.
Ketika Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad menembus Spanyol dan mengIslamkan rakyatnya, maka secara otomatis negeri itu menjadi bagian dari khilafah Islamiyah yang besar.
Ketika Sultan Muhammad Al-Fatih di tahun 1453 membebaskan Konstantinopel dengan pasukan yang sangat dahsyat, otomatis negeri itu menjadi bagian utuh dari khilafah Islamiyah. Bahkan kota itu menjadi ibukota peradaban Islam selama beratus tahun kemudian.
Sejarah dunia Islam adalah satu daulah yang besar, berdaulat, berkuasa dan mencakup seluruh negeri yang berpenduduk muslim.
Kolonialis Memecah Umat Islam Menjadi Nation Kecil Tak Berdaya
Saat Allah SWT mentaqdirkan umat Islam mengalami kemunduran, bentuknya adalah penajajah. Negeri Islam dipotong-potong ibarat kue dan dibagi-bagi sebagai jatah jajahan dari negara kecil-kecil di Eropa.
Eropa yang dulunya hanya wilayah sepi penuh rawa dan kotor, kemudian menjadi maju dan akhirnya malah menjajah negeri muslim yang sebelumnya merupakan adidaya dunia.
Keadaan kemudian berbalik 180 derajat. Para budak itu kemudian menjadi penguasa dunia. Sementara para penguasa dunia itu turun derajat jadi budak hina, yang bahkan tidak pernah menjadi pemiliki kekayaan negerinya sendiri.
Para kolonialis adalah pihak yang paling bertanggung-jawab dalam masalah ini.
Umat Islam Satu Agama Satu Negara
Idealnya umat Islam di seluruh dunia ini berada dalam satu negara, walau pun mungkin saja tetap ada otonomi daerah. Namun dengan keberadaan di bawah satu pimpinan tertinggi, umat Islam akan semaki kuat. Tidak ada lagi pihak-pihak yang akan menganggap umat Islam lemah seperti sekarang ini.
Bentuknya boleh republik, federasi, persemakmuran atau apa saja, terserah gimana ngaturnya. Tapi yang penting umat Islam jangan sampai dipecah berkeping-keping seperti sekarang ini.
Kami jadi teringat lantunan syi'ir indah yang pernah diajarkan sejak masa SMP oleh almarhum guru kami, Ustadz Rahmat Abdullah. Saat itu beliau mengajar kami bahasa Arab. Kami diminta menghafalkan bait-bait syi'ir yang indah, yang akhirnya kami ketahui merupakan bait karya Iqbal, penyair muslim Pakistan:
ياأخي في الهند أو في المغرب
أنا منك أنت مني أنت بي
لا تسل عن عنصري عن نسبي
إنه الإسلام أمي و أبي
إخوة نحن به مؤتلفون
Wahai saudaraku di India dan di Maghrib
Aku bagian dari dirimu, engkau bagian dari diriku
Jangan tanyakan anasirku, jangan tanyakan nasabku
Sesungguhnya Islam adalah ayah dan ibuku
Persaudaran, kami dengannya berta'alluf
Alangkah indahnya jika seluruh muslim di dunia bisa berta'alluf, menyatu, bersatu, saling bela, saling tolong dan tidak menganggap saudaranya yang ada di negeri lain, terutama di negeri tetangganya sebagai musuh yang harus dibenci.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
Monday, April 7, 2008
Lessons on how to engage bloggers from Indonesia (Malaysian ministers please note)
While Malaysian ministers struggle to engage the blogger Indonesia’s Information Minister Muhamed Nuh is breezing effortless to yet another well received engagement with bloggers.
Pak Son, Nuh’s PA, earlier today SMS’s Romi Satria Wahono saying the minister would like to meet bloggers for a dialogue. He wasn’t specific about the topic. It just looked like Pak Nuh just wanted an exchange of ideas with bloggers. Pak Nuh, some of you may recall, was the Indonesian Minister that opened Pesta Blogger 2007, told bloggers that Indonesia had freedom of expression and bloggers would not be censored, and declared October 27 National Bloggers Day.
Romi e-mailed the top bloggers about the meeting which would be held at 7pm this coming Monday (April 7) at the meeting room on the 7th Floor of Nuh’s Ministry.
So far among the prominent Indonesian bloggers that have responded are: Romi Satria Wahono, Riyogata, Harry Sufehmi, Budi Putra, Muhammad Aulia Fahmi. Enda Nasution (going to Singapore) and Unspun sent apologies (off to see Cherry Blossoms and pretend to look attentive in a meeting in Tokyo, but would have loved to join in the dialogue).
What they’ll discuss (probably the antics of Presidential technology advisor Roy “the Boy” Suryo - for rollicking satire see here) and whether anything comes out of the meeting remains to be seen.
What is clear so far is the exemplary way in which the Indonesian minister engages bloggers. Perhaps Pak Nuh should be sent to Malaysia to teach the neighbors Seberang a thing or two about how the government should engage bloggers?
Malaysian Blogger Really Miss Freedom
He said this was to motivate bloggers to keep on improving their content and even offered a special prize if the bloggers could come up with the lyrics and songs which could reflect the theme of Pesta Blogger 2007, “The New Voice of Indonesia.”
The Minister was so supportive that on his way out, after delivering his speech and staying on for a talkshop-format discussion, he donated, on behalf of his ministry, an Asus laptop for the Best of the Best Blog award at the gathering.
Throughout the event Unspun could not help but marvel at the contrast in relationships between Government and bloggers in Indonesia and Malaysia. If only the Malaysia Government could learn how to engage this vocal segment of the population, its job could be so much easier. Then again, can one imagine Malaysian Ministers saying that they have much to learn from Indonesia? NOT.
Image Above : Indonesian Blogger Party 2007
Pesta Blogger Kuala Lumpur 2007 ?…. Can you envisage such an event takes place in Malaysia? And can you imagine the photo above where Pak Lah and Zam sit together with orgainizing committee members such as Rocky, Jeff Ooi, Nat Tan and so on?
No you can’t? Well you are not alone and I don’t blame all of you because it is unlikely to happen here in Malaysia. Not after two Malaysian bloggers were sued for defamation, minister calling bloggers liars, son-in-law calling Malaysian bloggers monkeys, blogger arrested for no apparent reason, strange police report against a prominent blogger and other blogophobia by the Malaysian authority.
And I don’t think they will change their mind either to provide supports to Malaysian bloggers as such act will be deemed as admitting defeat on the Government behalf. But I don’t mind if I can be proven wrong in my hypothesis here.
What you saw above is the overwhelming attendance and supports at the Indonesia’s Pesta Blogger 2007… both from the bloggers themselves as well as the Indonesian Government officials. So open the Indonesian government to this new media and blogging phenomina in Indonesia, the date 27th October was instantly declared a National Bloggers Day for the country. Bravo to the Indonesian Government and congratulation to Indonesian bloggers.
Source : The Kuala Lumpur Traveler.com
Tahniah Untuk Partai Pembangkang
Semoga dikemudian hari kemenangan ini akan bertambah sehingga berjaya disetiap negeri bahagian kat Malaysia yang kami sayangi juga.
Mari kita hancurkan jaringan koalisi busuk jaringan racism Malaysia ! Ganyang Racism kat malaysia ! Tegakkan Islam untuk semua !
Islam bukan hanya untuk melayu malaysia ! Say no to racism !
Thursday, February 21, 2008
Malaysia Opposition Campaigns Online
Major newspapers and television stations -- many partly owned by parties in the ruling coalition -- are awash with flattering stories on the government and its achievements while giving only negative glimpses of the opposition.
Therefore, opposition parties are turning to blogs, SMS and YouTube to woo voters ahead of the March 8 snap polls.
"We cannot neutralize the state-controlled media," said Lim, 67.
"But Inte pick-up rates will keep getting higher. We will not be blacked out forever."
Lim, from the Democratic Action Party (DAP), is tipped as one of the most "wired" politicians in Malaysia.
While many of his generation may struggle to send an email, he runs three blogs which are meticulously updated with multiple posts every day, and many of the party's other leaders follow suit.
The opposition Parti Islam se-Malaysia (PAS) runs an online journal, HarakahDaily, which features six different online television channels and original reporting on the election.
Ex-deputy premier Anwar Ibrahim also has his own blog which has news links and videos of his Keadilan party's campaign activities.
The March polls would see the election of the national legislature and twelve state assemblies.
Candidates are vying for 222 parliamentary seats and 505 state assembly seats.
Appealing
DAP candidate Jeff Ooi, a well-known blogger, said news and views on blogs are appealing to a cross-section of society.
"We are attracting many concerned citizens who are above 45 years old and these are the people who are more interested in politics and the oppositions' viewpoint," he said.
"Our campaign videos will be transmitted through YouTube because it is unlikely for television stations to broadcast them, of course."
Lee Sean Li, a 31-year-old accountant, is impressed by the opposition cyberspace strategy.
Complaining that there are only negative glimpses of the opposition in the main media, he avidly surfs the web for alternative news.
"They control the television but we've got YouTube now," Li told AFP.
Malaysia ranks 124 out of 169 on the media watchdog Reporters Without Borders' world press freedom index.
The watchdog says Malaysia's main media are "often compelled to ignore or to play down the many events organized by the opposition".
Li was delighted to Lim post a speech on the upcoming elections just minutes after Prime Minister Abdullah Ahmad Badawi dissolved parliament earlier this month.
"I was impressed at how professional he was and it is a clever use of technology."
Source : IslamOnline
Thursday, January 24, 2008
Sunday, January 20, 2008
PeRSoaLaN BaJeT 2008 DaN KRiSiS eKoNoMi MaLaYSia
Assalamua'laykum..
Alhamdulillah..Bajet 2008 dilancarkan 5 hari yang lalu.Pelbagai insentif diberikan. Bagusnya kerajaan. Melambung-lambung pujian ditaburkan. Inilah bajet terbaik dalam sejarah, bajet mesra rakyat dan sebagainya.Yuran sekolah dibatalkan dan biasiswa JPA dinaikkan. Benar, syukur kerana akhirnya kerajaan Malaysia yang budiman mendengar juga rintihan rakyat bawahan yang tertekan menyabung hidup dengan pendapatan tidak seberapa sekarang. Berhasil juga perjuangan pihak pembangkang meminta pendidikan percuma selama ini (Walaupun setahu saya Cuba telah mengadakan pendidikan percuma sejak 1959 lagi, Ya Cuba negara komunis pimpinan diktator Fidel Castro).
Tapi bagaimana dengan penerima PTPTN yang merupakan majoriti mahasiswa? Tidak terlintaskah untuk menghapuskan riba? Bisakah kerajaan tegar melihat rakyat bergelumang dengan najis ciptaan Yahudi ini? Saya ingin bertanya bagaimana dengan 'kecerdikan' kerajaan berbelanja sehingga bajet tahun ini mengalami defisit RM30 bilion yakni tertinggi dalam sejarah (Belanja pengurusan adalah RM176.9 bilion dan pendapatan adalah lebih RM140 Bilion) ?
Bagaimana dengan perbelanjaan maintenance yg menjangkau RM9.7b?Sedangkan ia tidak memberikan nilai tambah kepada sesuatu projek itu. Dan lagi, bukankah telah sekian banyak projek diswastakan. Kenapa perbelanjaannya masih amat tinggi? Seterusnya kita melihat trend projek mega mula kembali dalam sistem ekonomi Malaysia dengan pelancaran dan perbelanjaan tinggi koridor2 yang hendak dibuat. Berlaku pengulangan sebelum krisis kewangan 1997 dimana pelbagai projek mega dilancar pada zaman Tun Dr Mahathir. Saya bukan nak menyalahkan pembangunan, tapi apa manfaatnya pada rakyat terbanyak? Dikatakan 500 ribu hingga 1 juta pekerjaan akan tercipta dengan membangunnya koridor itu,tapi untuk siapa? Kita atau pekerja asing? Orang Malaysia atau Mat-mat Bangla(maaf,saya bukan racist disini). Jawapannya utk pekerja asing.
Sebab itu mengikut jangkaan, kita akan memperoleh sekurang-kurangnya 5 juta pekerja asing menjelang 2010 berbanding 3.5 juta sekarang. Kenapa pekerja asing? Kerana syarikat-syarikat yang melabur lebih gemar mengambil pekerja asing kerana kos yang lebih murah. Sebab itu kita desak supaya ada gaji minimum. Agar nasib golongan pekerja Malaysia terjaga. Tapi apa jawapan kerajaan? Jangan salahkan rakyat yg memilih kerja. Siapa yang mahu bekerja di tengah panas dan terima 400-500 sebulan sedangkan ijazah dalam genggaman ?.
RM500 itu pun dibawah paras kemiskinan (RM510 adalah tanda aras kemiskinan). Bolehkah anda hidup dengan RM500 sebulan terutama jika anda sudah berkeluarga? Ramai yang tidak tahu bahawa 200 000 rakyat kita tiada pekerjaan sekarang. Apa akan jadi pada 2010 kelak ? Sebab itu apa jaminan kerajaan bahawa rakyat terbanyak akan mendapat masa depan yang lebih baik melalui bajet ini? Tiada.
Dari sudut projek pula,siapa yang menerima laba terbesar? Kalau saya kata yang dekat dengan pemerintah, pasti saya dituduh pembangkang. Namun fakta mengatakan perkara sama, adakah fakta juga pembangkang? Contoh, Projek Lebuhraya Utara Selatan (PLUS) ini dimiliki oleh UEM (United engineering Malaysia) Berhad. UEM dimiliki oleh Renong dan Renong pula dimiliki oleh Flat Holdings. Anda tahu siapa pemilik Flat Holding? UMNO! Ya UMNO atau Persatuan kebangsaan Melayu Bersatu! Sekarang anda tahu kenapa tol selalu naik? dan kenapa perjanjian berat sebelah tol yang menguntungkan UEM diletakkan dibawah Akta rahsia rasmi (OSA) dan rakyat diharamkan untuk tahu isi perjanjian? Tahukah anda bawa Jambatan Pulau Pinang Ke 2 juga dibawah kendalian UEM Berhad? Tahukah anda juga bahawa UEM adalah penerima bail-out TERBESAR Kerajaan Malaysia semasa krisis ekonomi 1997 (Tempat ke 2 adalah MISC milik anak Tun dr Mahathir) ? Tahukah anda juga bahawa semenjak 1996 hingga sekarang, kos hidup di negara ini telah meningkat hampir 50% sedangkan gaji fresh degree hanya meningkat dari RM1600 kepada RM1800 (12.5%) ? Tahukah anda bahawa pada 1970'an rakyat malaysia mempunyai pendapatan perkapita yang lebih tinggi dari Korea Selatan dan Taiwan dan sama tinggi dengan Singapura? Sekarang Pendapatan perkapita malaysia adalah RM21500. 300% lebih miskin dari Taiwan (RM52700), Korea Selatan (RM66000) dan 500% lebih miskin dari Singapura (RM106000). Anda tidak tahu? Ya sudah tentu kerana media songsang Malaysia lebih gemar membandingkan Malaysia dengan Burundi,Swaziland,Bangladesh dan Zimbabwe. Ahh..kenapa tidak dibanding saja dengan Timor Leste? Pasti akan berbangga seluruh rakyat Malaysia kerana BETAPA KAYANYA KITA!.
Aneh dan jelek, kita mengatakan kita adalah sebuah negara yang hampir maju, tetapi membandingkan kemajuan negara dengan negara-negara Afrika yang tiada sumber asli dan negara-negara yang dilanda perang. Walhal di Perancis, apabila didapati bahawa rakyatnya miskin 15% dr negara jiran, British, ia menjadi isu besar dalam kempen pilihanraya Presiden.
Ramai juga yang tidak tahu bahawa jurang pendapatan antara kaya dan miskin (individu) di Malaysia adalah yang ke 2 paling teruk di Asia bagi negara2 yang ada data. Satu2nya negara yang lebih teruk adalah Papua New Guinea. Didunia kita di ranking 101 dari 127 negara. Ini kajian dari Bank Dunia bukan dari saya. Anda bangga? Tahukah anda pada 1997 (zaman Dato' seri Anwar Ibrahim jadi menteri Kewangan), Bursa Malaysia adalah Bursa tertinggi di Asia tenggara dan no 15 dunia? Dan Tahukah anda pada 2003, kedudukan Bursa Malaysia dipintas Bursa saham di Thailand dan Singapura? Ini data dari Persatuan Bursa Saham sedunia.
Tahukah anda beberapa tahun dahulu kita berada di tangga ke 2 di Asia Tenggara dari segi kejayaan menarik pelaburan asing? Dan sekarang kita berada di tangga ke 6? Tahukah anda, pelaburan asing di Malaysia merosot dari RM17.09b pada 2004 kepada RM14.69b pada tahun lepas? Ini laporan dari Laporan Pelaburan Dunia 2006, Persidangan Perdagangan dan Pembangunan PBB. Dan tahukah anda kadar jenayah di Malaysia pada 2006 adalah kira2 420 000 kes meningkat berbanding 325 000 kes pada 2005? Rujuk statistik PDRM di laman web mereka. Kenapa? ahh.. sudah tentu kerana Polis lebih gemar menggunakan anggota mereka untuk menghalang ceramah pembangkang dan menembak penyokong mereka dari mengejar pencopet dan pencuri kecil apatah lagi menangkap perasuah yang rapat dengan pemerintah.
Kira-kira RM 6.22 bilion diperuntukkan untuk pada 2006 untuk Kementerian dalam Negeri sahaja. Kini untuk bajet 2008, bajet untuk PDRM sahaja adalah RM 6 bilion. Selain peruntukan untuk menambah 60 000 lagi anggota. Kita lihat bagaimana pula kadar jenayah selepas ini. Akan berbaloikah RM 6 bilion tersebut ? Dan akhir sekali tahukah anda bahawa apa yang saya dedahkan di sini hampir tiada langsung pernah didedahkan oleh media perdana? Dan sekarang anda percaya pada media perdana?
Source : IbnuZack.Blogspot
Darimana Datangnya Istilah "Pendatang Asing/Haram" ?
Warga Indonesia bukan 'pendatang haram' di Malaysia. Pejuang Syed Sheikh al-Hady, Dr. Burhanuddin al-Helmy, Ahmad Boestaman adalah bapa bangsa yang berasal dari Jawa.
Dari mana datangnya konsep ‘pendatang asing’? Walaupun istilah ini kerapkali digunakan baik oleh media arus perdana maupun dalam perbualan omong-omong kosong di warung jalanan, ia merupakan suatu konsep yang amat padat dan berat dengan signifikansi politik-ideologisnya.
Dua perkataan yang penuh bermakna: ‘Pendatang’ dan ‘Asing’. Kedua-duanya dengan konotasi tertentu, dimuatkan dalam suatu relasi dialektik yang amat berkesan. Apakala sesuatu objek atau fenomena diberikan label ‘Asing’, dengan terus-menerus ia diletakkan dalam ruang yang berbeda dari apa yang ‘Sama’.
Fenemona ‘Asing’ itu selalu dianggap sesuatu yang luar dari yang biasa; sesuatu yang ganjil, aneh, tidak konformis, bertentang dengan arus norma-norma dominan, dan juga sudah tentu merbahaya. Apatah lagi apabila label ‘Asing’ itu dicantumkan dengan perkataan ‘Pendatang’. Tiba-tiba insan manusia yang lain itu diberi imej dan konotasi yang begitu negatif sekali: Bukan lagi seorang pelancong (tourist) atau kawan yang mengunjung kemari (visitor), tetapi seorang ‘pendatang’ yang karakternya ‘asing’ sekali.
‘Pendatang asing’ merupakan suatu karakter liminal, existensnya jauh di sempadan imaginasi kolektif masyarakat. Kerapkali apabila saja istilah ‘pendatang asing’ itu digunakan, agenda politik-ideologis yang ada disebaliknya tidak jauh dibelakang. Baik di Eropah, dimana budaya islamofobia semakin marak, ataupun di Asia, konsep ‘pendatang asing’ itu selalu digunakan oleh regim dan pihak berkuasa untuk mengkambing-hitamkan suatu kelompok minoritas yang lemah dan terpinggir. Dari sinilah lahirnya budaya pogrom dan kempen-kempen diskriminasi. Inilah benih tabiat rasisme yang begitu merbahaya.
Dewasa ini istilah ‘pendatang asing’ digunakan oleh pihak-pihak tertentu yang menerajui media arus perdana di Malaysia, lebih lagi di koran-koran tabloid yang begitu populer. Bagi mereka yang lebih prihatin kepada perkembangan politik dalaman Malaysia, wujudnya istilah ‘pendatang asing’ ini merupakan tanda pertama bahawa suatu kempen politik akan dilancarkan. Nah, sekarang jelas sekali bahawa kombinasi retorika dan praxis politik telah bersetubuh dan melahirkan suatu kempen politik, untuk menangkap dan menghantar kembali ‘pendatang-pendatang asing’ yang dikatakan tenaga perkerja tampa izin di Malaysia. Mangsa-mangsanya warganegara Indonesia, Filipina dan negara ASEAN lain. Masyarakat Malaysia, yang begitu terpesona dengan retorika politik ini juga meluahkan persetujuan mereka, meng-iakan sesuatu yang memang patut disoal.
Pada masa yang sama, masyarakat Malaysia nampaknya telah lupa fakta-fakta historis yang telah dibenamkan atau dipinggirkan langsung oleh golongan elit-politikus. Naratif dan wacana politik Malaysia pasca-era kolonial memberi suatu gambaran asimetris: Negara Malaysia – yang sempadan geografinya ditentukan bukan oleh rakyat Malaysia sendiri tetapi oleh pentadbir zaman imperialis – diterima tampa soal. Sama juga dengan thesis bahawa Malaysia itu suatu negara-bangsa yang homogen, dengan sempadan politik, budaya dan historis yang tetap dan kekal. Status kewarganegaraan kita juga diterima tampa soal, bersama dengan perbedaan kita dari bangsa-bangsa jiran lain.
Dari thesis ahistoris dan tampa asas inilah konsep kewarganegaraan Malaysia itu wujud. Konsep negara Malaysia (sama dengan negara-negara ASEAN yang lain), yang merupakan suatu konstruk bukan-semulajadi (artificial) menentukan siapa yang layak dimuatkan dalam kategori ‘dalam’ dan ‘luar’; siapa yang layak dianggap ‘warganegara’ dan ‘pendatang’. Segala fobia, prejudis, rasisme warga Malaysia dibentuk oleh logik negara-bangsa dan kewarganegaraan moden ini.
Waktu ini kelihatan bahawa perasaan takut dan prejudis terhadap fenomena yang ‘asing’ dan ‘lain’ itu diluahkan dalam kempen populer anti-pendatang asing. Tetapi kita lupa bahawa warga Indonesia itu bukan ‘pendatang’ yang ‘asing’ dari kita sendiri. Dimanakah habitus semulajadi rakyat Indonesia, jikalau bukan di bumi Nusantara ini? Dan manakah habitus semulajadi rakyat Malaysia, jikalau bukan di bumi Nusantara yang sama?
Dapatkah kita mengenalpasti mana-mana individu ataupun kerajaan Melayu yang wujud ex nihilio, tampa berinteraksi dengan teman-saudara kita dari Indonesia? Bukankah kerajaan Melaka zaman lalu, yang kemegahannya dilaungkan berkali-kali oleh golongan elit Malaysia ini, suatu kerajaan yang dibina oleh Paramesvara, putera Sumatra yang berasal dari Palembang dan kerajaan Srivijaya?
Dan lupakah kita bahawa kebanyakkan dari pemimpin, penaung dan ahli gerakan nasionalisme dan reformis Kaum Muda di bumi Malaysia ini juga datang dari tanah seberang, yang waktu ini digelar ‘Indonesia’? Lupakah kita bahawa Syed Sheikh al-Hady, Sheikh Tahir Jalaluddin, Tok Janggut, Dr. Burhanuddin al-Helmy, Ahmad Boestaman dan lain-lain pangkat kerabat gerakan modernis-nasionalis – yang merupakan bapa-bapa negara-bangsa kita – semuanya berketurunan Sumatra ataupun Jawa?
Dan lupakah kita bahawa dalam dekad tahun 1930-an and 40-an begitu ramai warga Malaya yang menyeberangi selat Melaka untuk berjuang bersama teman-teman Indonesia kita, untuk menentang bala tentera kolonialis Belanda, Jepang dan Inggeris? Kita tidak patut lupa bahawa Ibrahim Yaakob, pemimpin Kesatuan Melayu Muda (KMM) dan Partai Kebangsaan Melayu Malaya (PKMM) langsung berpindah ke Indonesia, menyumbang tenaga, masa dan nyawanya demi nama republik Indonesia yang dianggap sebagai sebahagian Nusantara-Raya? (Akhirnya Ibrahim Yaakob langsung diangkat pangkatnya dan dilantik menjadi duta Indonesia di Manila dan Phnom Penh. Beliau meninggal di Indonesia dan dikebumikan di Makam Pahlawan Kalibata di Jakarta, dikebumikan dalam bumi Nusantara ini sendiri.)
Persoalan status halal atau haramnya tenaga perkerja luarnegara itu merupakan persoalan undang-undang teknis. Hakikatnya ialah Malaysia, sebagai suatu negara yang membangun dengan pesat, memerlukan tenaga perkerja dari luarnegara kerana kapital buruh di Malaysia itu memang jelas tidak mencukupi. Jikalau adapun begitu banyak perkerja haram di Malaysia, soalan itu dapat ditanya dari perspektif yang lain: Mengapakah pihak kerajaan dan kompeni-kompeni Malaysia membiarkan keadaan ini berterusan begitu lama, sehingga sampai ke tahap yang kritikal begini?
Persoalan yang lebih penting, kritikal dan sensitif ialah mengapakah kempen mengembalikan tenaga perkerja luarnegara ini diwarnai oleh sentimen-sentimen prejudis yang begitu kental sekali? Mengapakah dalam koran-koran tabloid, halaman-halaman web, forum diskusi internet dan ruang-ruang publik yang lain, sentimen anti-Indonesia itu begitu jelas kelihatan? Bukankah ini membangkitkan persoalan yang lebih rumit, iaitu sentimen komunitarianisme kaum warga Malaysia itu sendiri?
Kita, warga Malaysia, sepatutnya bermula dengan proses menyoal nilai-nilai dan pendirian kita sendiri dahulu. Jikalau begitu ramai warga Malaysia terasa bahawa Malaysia dewasa ini dilanda ombak lautan ‘pendatang asing’, kita juga patut bertanya kepada diri kita sendiri: Bukankah perkerja asing ini yang telah menolong kita menjayakan wawasan kita untuk membina suatu negara Malaysia yang serba-moden, kaya dan sempurna? Kalau tidak kerana sumbangan tenaga dan usaha ‘pendatang asing’ ini, mungkinkah kita membina suatu negara Malaysia yang membangun lagi megah, bersaing dengan kerajaan Melaka yang lalu, yang terkenal seluruh dunia? Dari Melaka ke Putrajaya dan menara kembar KLCC, kemegahan negara-bangsa Malaysia itu merupakan hasil interaksi dan kerjasama antara masyarakat Malaysia dan jiran-jiran serantau kita.
Pada masa yang sama, warga Malaysia juga patut berterus-terang dengan diri mereka sendiri. Tatkala semangat patriotisme dan nasionalisme kita begitu membara, kita menipu diri kita sendiri jikalau kita masih berfikir bahawa kemegahan dan kejayaan Malaysia ini dicapai dengan tenaga rakyat Malaysia semata-mata. Walhal tenaga perkerja Indonesia (dan juga Filipina, Bangladesh dan India) telah mendirikan asas kepada pembangunan Malaysia, apa pula sumbangan Malaysia kepada perkembangan negara-negara jiran kita?
Waktu ini ada seorang warga Malaysia – Dr. Azahari – yang telah melarikan diri dari Malaysia dan menjalankan kempen terror bawah-tanah di Indonesia. Aksi-aksi beliau, termasuklah kempen meletupkan bom di sekitar bumi Indonesia, telah merumitkan dan merepotkan lagi keadaan hidup di negara jiran kita. Apakah masyarakat Malaysia masih jahil, dan tidak sedar bahawa aksi-aksi terroris ini disebabkan oleh seorang warga Malaysia? Apakah tanggungjawab kita, sebagai warga Malaysia, jikalau kita tidak menolak, mengkritik dan memprotes segala aktiviti beliau di Indonesia? Dimanakah semangat solidaritas kita dengan jiran-jiran serantau? Ironinya ialah, walhal tenaga perkerja Indonesia datang ke Malaysia demi untuk menjayakan projek pembangunan Malaysia; warga Malaysia seperti Azahari telah ke Indonesia hanya untuk membalas dendam, melancarkan terror dan merosakkan imej Indonesia!
Dalam konteks perkembangan rantau ASEAN jangkamasa panjang, semangat dan sentimen solidaritas antara-bangsa dan antara-kaum mesti dihidupkan kembali oleh kita semua, baik warga Malaysia dan juga Indonesia. Kita, pangkat kaluwaraga Nusantara Merdeka, mesti ingat dan sedar bahawa perbedaan kewarganegaraan, politik dan ideologi itu hanya perbedaan normatif yang ditentukan oleh fakta-fakta sejarah. Namun begitu kesinambungan budaya, bahasa dan tamadun Nusantara merupakan suatu realitas yang tidak dapat dinafikan, malah patut kita kembangkan dan jayakan lagi, bersama.
Tidak ada perbedaan ontologis antara Malaysia dan Indonesia, baikpun Filipina dan negara-negara ASEAN yang lain. Masa depan ASEAN dan masyarakat ASEAN mesti ditentukan oleh warganegara ASEAN itu sendiri. Walaupun golongan elit politikus mungkin memecah-belahkan kita, pertalian darah, budaya dan sejarah itu masih kekal dan kukuh.
Kondisi pertama yang perlu diterima kita semua ialah perlunya konsep dan praxis politik negara-bangsa dikritik dan disoal kembali. Sempadan geografi-politik tidak patut dijadikan sempadan mutlak yang membelah-bagikan masyarakat rantau Nusantara ini. Atas nama dan legasi generasi yang lalu, dan demi nama generasi yang akan datang, marilah kita wujudkan suatu fahaman identitas Nusantara yang lebih inklusif, abstrak, komprehensif dan sempurna. Kita semua, warga rantau ASEAN ini, baik yang yang miskin ataupun yang kaya, yang muda maupun yang tua, semuanya anak bumi Nusantara yang sama: Berdiri bersama teguh, berkecuali kita rempuh. (Hidayatullah)
Penulis adalah ummahonline.com, Malaysia. Tulisan ini dikirim langsung staf redaksi ke hidayatullah.com. Tulisan ini sudah pernah dimuat dan sudah dirombak dari aslinya.
Source : Swaramuslim.Net
Don't Call Us 'Indons'
"Why do you Malaysians call us 'Indons?'"
A young woman named Lisa once asked me. There was a deafening silence that followed; pressure mounted as 15 more pairs of Indonesian eyes and ears fixated on me for my rhetoric answer. Ironically, this is not the first time I had been asked this nagging question.
I paused for a minute before mustering my thoughts together to convey them as cohesively as I could. I started explaining to my Indonesian friends in the room that day that the term 'Indon' is used by countless Malaysians to refer to Indonesians partly because it is shorter to say 'Indon' than it is to say 'Indonesian' or 'Indonesia.' In addition, the local media uses the word liberally in news headlines; this alone is a strong contributing factor to the perpetuation of the word. As far as I knew, we do not intentionally mean any type of discrimination or offense by the usage of the word.
In reality however, most educated Indonesians would regard the term 'Indon' as degrading and insulting. 'Indon' has been considered by some to be as racist of a term as 'Chokin' (referring to Indonesian Chinese) or the very crude 'nigger' (African-Americans). The worse part is we as Malaysians are not always aware that the term 'Indon' reeks of derogatory. This, unfortunately for us, translates as ignorance.
So why would Indonesians react so unfavorably about a word that is merely a truncation of the original word? If you can offhandedly call Malaysians "Malays", or Australians as "Aussies," couldn't you call an Indonesian "Indon?" To reach a fair answer, it is perhaps helpful to examine the Indonesian stereotypes of which we are accustomed to.
In countries like Malaysia and Singapore, we have developed this contrived view that most Indonesian workers who enter our borders are coming in to work in blue-collared fields. To a certain degree this is true; most of today's house help and construction workers are made up of people from our neighboring country. As such we have always, for some unfathomable reason, somehow referred to this group of hardworking folks as "Indons."
In relation to this, our perception of "Indons" is further mutilated when our media highlights social ills conducted by some of these immigrant workers, splashing such titles across the newspapers as "Indon woman jailed for abducting baby" (The Star, 3 November 2004, p.6) and "Indon man charged with murder of good Samaritan" (The Star, 25 July 2004, p.1).
We can to a certain extent agree that the word "Indon" is synonymous with the Indonesians who are from the lower rungs of the social ladder. Therefore to be referred to as "Indons" is not only grammatically incorrect as no such word exists in any dictionary; it is also offensive because it is an implication of lower social, economical and educational statuses.
Indonesian writer Nasrullah Ali-Fauzi had once addressed the 'Indon' word usage issue in his article "Perkataan 'Indon'" which was published in newspapers in Malaysia and Indonesia. Apart from his analysis of the subject which was very similar to my views, Nasrul had highlighted the Kuala Lumpur Indonesian Embassy's urge to all Malaysian media to eliminate the usage of 'Indon.' Despite how trivial this 'Indon' concern sounds, the defiance against it is very real, and from higher authority no less.
But there is one other related issue I needed to have addressed; if Indonesian maids and brick layers are referred to as "Indons" in our newspapers and social circles, how are the white-collared and political Indonesians fairing?
To help me answer this question, I started collecting Malaysian newspaper clippings of articles that had the word 'Indon' in the title, just to see how far we had gone in utilizing this word that so many of our Indonesian friends are miffed in hearing us use.
It is perhaps to no surprise that 'Indon' is also copiously used to describe the country's entertainers, politicians and businesses in our newspapers. Forget about social status; it is what we universally term Indonesians as!There is plenty more where this came from!
I can understand how using the whole word 'Indonesia' might be space-consuming for some headlines. Despite the questionable headlines however, the content of the articles use the proper noun 'Indonesia' in its finer details.
To remedy the 'Indon' syndrome in news writing, Indonesian Singapore-resident Indradi Soemardjan has suggested to me that the proper abbreviation of WNI ('Warga Negara Indonesia' or Indonesian citizen) be used in referring to Indonesians.
Unfortunately such an abbreviation will not translate well in Malaysia, especially in English media. In addition we are not avid users of abbreviations like the Indonesians. The quick and dirty way out to short and concise news headlines about Indonesians remain using the cringe-worthy word 'Indon.' Both English and Malay media are perpetrators of this abuse.
To drive the point of this article home, I for one wouldn't be so jolly if non-Malaysians referred to me as a 'Mal' (just to give you an extreme example of a terribly-truncated fragment from 'Malaysia').
Whether or not you agree that 'Indon' is an objectionable term to use, it does not matter. The lesson that we need to learn is to dispose all assumptions that what we say or do will not offend others. Just because it is common practice or appears printed in black ink on our newspapers does not make it right. If a terminology is offensive to others, even if only one or two people voice their concerns, then we must cease to use it, especially in verbal communication.
Let us start by properly calling Indonesians 'Indonesians.'
Source : MyIndo.Com
Inilah Islam Hadhari Itu, Islam Sesat Buatan Pemerintah Malingsialan
Derita Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di negeri Malingsial
KUALA LUMPUR - Kisah tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia kabur akibat disiksa majikan kembali terulang. Kali ini TKW nahas itu adalah Shamelin asal Sumatera. Dia nekat kabur dengan untaian kain dari jendela rumah majikannya di lantai 15 Kondominium Tamarind, Sentul Timur, Kuala Lumpur, Malaysia. (Simpul Demokrasi)
Nirmala Bonat, TKW asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang disiksa oleh majikannya di Malaysia pada tahun 2004 (MediaIndo)
KORBAN KEKERASAN. Ari Utari (kanan), TKW asal Sokaraja yang bekerja di Malaysia ini, mengalami tindak kekerasan dari majikannya. Sejak Senin (12/2) kemarin ia di rawat di RSU Banyumas. (PatahPenaku.Blogspot)
BEKAS LUKA: Korianah, TKI asal Desa Gondang, Subah, Batang, didampingi pamannya Khodirin menunjukkan bekas luka siraman air panas yang dilakukan bekas majikannya di Selangor, Malaysia. (Indonesia Media)
Sunday, January 13, 2008
Pesan Buat Pejuang Muda Malingsialan : Usah Dilayan Propaganda Picisan Kerajaan
kalau saya ada di Malaysia sekarang, pasti saya tidak akan lepaskan peluang berjumpa DSAI.. saya kagum dengan semangat DSAI. masih ingat lagi saya sewaktu menghadiri temuduga disebuah pusat pengajian tinggi, panel bertanya saya, siapa tokoh politik Malaysia yang saya kagumi. tanpa takut atau gentar, saya menjawab nama DATO’ SERI ANWAR IBRAHIM. terus tercengang panel tu, then dia bertanya saya lagi, bukankan DSAI berada di penjara dan dituduh dengan rasuah (pada ketika itu DSAI masih dipenjara), itu pun awak masih kagumi? hujah saya satu sahaja.. saya ingin contohi semangatnya dan keberaniannya.. lantas panel hanya mengangguk sahaja. hehehe alhamdulillah saya berjaya dalam temuduga tu.saya dan Azizah tersenyum membaca catatan pengalaman ‘anak muar kampung batu pahat’. AlhamduliLlah sdr berjaya. ramai juga yang kecundang kerana bercakap benar.. :) terus saja berjuang demi kebenaran.
daripada NewRule eelHumm:
Salam ‘alaik ya dato’ seri…Salam Hijratunnabi 1429H….Nak mencadangkan kepada biro multimedia n penerangan PKR agar dapat mengoptimumkan penguasaan wadah maya diinternet bagi menghalang n menangkis dakyah2 pihak Laknat UMNO/BN..Penerbitan pengakuan FITNAH/BERBAYAR oleh beruk2 umno ttg hubungn Homo n seksual DSAI sedang hangat disebarkan di lamn YouTube…mmg tersangat bodoh semua2 video2 yang ditayangkan..akan tetapi akan sedikit sebanyak akn menggoyahkan prinsip pada jiwa mereka yang menonton clips videos tersebut…terutamanya mereka yang still baru nak berjinak2 dgn parti PKR…Dakyah cube dilakukan oleh UMNO/BN yang haramnya sama dgn haramnya Zina & Khinzir itu…PKR prlu amik tindakan segera menangkis dakyah…myb boleh hack jer YouTube Jap then..bersihkan ia dari anasir JIJIK UMNO/BN…then buke semula…Thanx…Membangun Bersama Islam…Reformasi…Islamisasi seiiring Inteligenisasi…
newrule eelhum merasa sedikit gundah kerana pemfitnah Umno, BN dan BTN meningkatkan serangan terhadap saya. Jangan gusar kerana sudah 10 tahun mereka usahakan dengan biaya tauke judi. kita tumpu dengan agenda membangun umat dan negara. Usah dilayan propaganda picisan.
ANWAR IBRAHIM
Source : Blog Anwar Ibrahim
Note : Kepada Warga Malingsialan, Jom Sume Kritisi Pemerintah Kerajaan yang Zalim dan Penuh Kelicikan. Jangan Diam Je !
Kalau Awak Masih Diam Je Melihat Kezaliman Itu, Berarti Awak Memang Moron Yang Sebenar-benar Moron !
Thursday, January 3, 2008
Islam Hadhari Support Perzinahan Menteri Kesihatan Malaysia
Dari rumah saya di Segambut saya ditemubual oleh SCTV Jakarta mengenai perletakan jawatan menteri dan skandal video seks.
Saya tidak bercadang mengeluarkan sebarang kenyataan selain menonton drama MCA dan sokongan padu pemimpin Umno terhadap Chua Soi Lek.
Media milik Umno-BN khususnya NST merayu agar rakyat menghormati pendirian Chua yang bertanggungjawab dan sedia memaafkannya. Mereka yang terlibat merakam dan mengedar akan didakwa! Tanya Musa Hassan dalam kes sebelum ini! Haha!
PM Abdullah menghormati pendirian Chua. Dan MCA serta Umno turut bersedih.
Alahai Islam Hadhari!
Note : Lihat je bukti kesesatan Islam Hadhari buatan pemerintah kerajaan Malaysia di atas. Islam Hadhari mengizinkan perzinahan bagi para pengikut-pengikutnya dari kalangan Barisan Nasional. Sesat sangat memang!
Islam Hadhari = Alat Pemerintah Kerajaan Untuk Banning Kaum Pembangkang !
Sangat Tak demokratis bukan ?
So, Let's make Islam Hadhari supporters become looser!
Wednesday, January 2, 2008
Skandal Video Zina Menteri Kesehatan Malaysia
Menteri Kesihatan, Datuk Chua Soi Lek hari ini mengaku bahawa beliau adalah individu dalam video yang menunjukkan seorang lelaki sedang melakukan hubungan seks dengan seorang wanita dalam bilik sebuah hotel. Chua, 60, yang juga Naib Presiden MCA membuat pengakuan tersebut dalam satu sidang akhbar di kawasan Parlimennya di Labis Johor. Bagaimanapun, katanya, beliau tidak meletakkan jawatan sebagai Menteri Kesihatan dan menyerahkan kepada Perdana Menteri untuk menentukan kedudukannya dalam kabinet.
Source :
Malaysiakini.Com
Detik.Com
Note : Malaysia Negeri Tak Bermoral !