Sikap Malaysia sangat kontraproduktif dalam hubungan negara serumpun dan menunjukkan kualitas peradaban Melayu yang rendah.
Kkasus Donald yang dianiaya empat polisi Malaysia saat berada di negeri jiran itu pekan lalu merupakan kasus kemanusiaan. Malaysia terlalu sering menginjak hak kemanusiaan warga Indonesia seperti acap terjadi kasus tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dianiaya dan tewas di tangan majikan mereka warga Malaysia. Gejolak yang terjadi di Tanah Air karena penolakan pemerintah Malaysia meminta maaf kepada Pemerintah Indonesia adalah hal yang wajar.
Lagi pula Pemerintah Indonesia harus tegas karena negara merupakan wali bagi rakyatnya dan jika rakyatnya dianiaya di negara lain, pemerintah harus membelanya.
Negara-negara Eropa yang juga merupakan negara serumpun tapi mereka dapat bersatu dan bekerja sama dengan baik. Namun, sikap Malaysia beda, tidak menunjukkan negeri serumpun yang baik. Bahkan, sikap Malaysia ini sama dengan Singapura, negeri Melayu yang juga kehilangan peradaban yang baik.
Perubahan sikap Melayu yang seharusnya menunjukkan suatu bangsa dengan kualitas peradaban tinggi itu, karena negara tersebut baru belajar jadi negara makmur. Rohani Melayu mereka kosong dari peradaban, hanya dipenuhi materi sehingga mereka bagak (sombong).
Pemerintah Indonesia selama ini terlalu memberi hati pada Malaysia jika ada warganya teraniaya di negeri jiran itu. Namun, dalam kasus penganiayaan Donald ini Pemerintah Indonesia jangan diam, agar negara persemakmuran itu tahu fungsi dan peran Indonesia sebagai negara besar di rantau Asia.
Yang harus dilakukan Pemerintah Indonesia adalah menekan Malaysia sehingga ada perjanjian antar negara (Government to Government/G to G) agar tidak terjadi lagi pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Malaysia terhadap warga Indonesia. Jika perlu Pemerintah Indonesia membawa kasus penganiayaan ini ke mahkamah internasional. Lihat saja Filipina, warganya yang teraniaya di Malaysia dibela habis.
Source : Id-Top.Blogspot
No comments:
Post a Comment